|

Peristiwa Karamnya Kapal Gurita

MASIH ingat kasus tenggelamnya kapal Gurita di Aceh? Buat masyarakat Aceh, tentu sulit melupakan bencana yang terjadi pada 19 Januari 1996 itu. Kapal yang sehari-harinya melayani rute Banda Aceh-Sabang itu ketika berlayar di perairan Ujungsueke, Balohan, Sabang, dihantam ombak dan angin kencang. Akibatnya, pada malam hari menjelang Ramadan, Gurita tenggelam.

Musibah terbesar sepanjang tahun 1996 ini terjadi di Teluk Balohan, Sabang. Kapal Motor Penumpang (KMP) Gurita yang mengangkut 378 penumpang, tenggelam ke dasar laut. Dari jumlah penumpang itu, 40 orang dapat diselamatkan, 54 ditemukan tewas dan 284 orang di nyatakan hilang bersama-sama dengan KMP Gurita yang tidak berhasil di angkat dari dasar laut.

KMP Gurita merupakan alat transportasi utama yang menghubungkan pelabuhan Malahayati, Banda Aceh dan pulau Sabang. Penyebab kapal feri itu tenggelam karena kelebihan muatan. Kapasitas angkutnya hanya untuk sekitar 210 orang. Namun yang diangkut sebanyak 378 orang. KMP itu semakin sarat muatan, karena barang yang diangkut juga melebihi kapasitas. Di perkirakan mencapai 50 ton, diantaranya 10 ton semen, 8 ton bahan bakar, 15 ton tiang beton listrik, bahan sandang-pangan kebutuhan masyarakat Sabang serta 12 kendaraan roda empat dan 16 roda dua.

Jum'at sore itu ramai sekali penumpang yang hendak berangkat ke Sabang dengan Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Gurita yang bersandar di Dermaga Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar. Tidak ada yang aneh ketika sejumlah penumpang bergerak memasuki kapal yang tergolong tua tersebut. Hanya muatan yang penuh sesak dan seakan ini sudah menjadi kelaziman. Jadwal pelayaran pada Jumat sore, 19 Januari 1996 itu bertambah padat karena menyambut masuknya bulan suci Ramadhan yang jatuh pada 22 Januari 1996. Dalam tradisi masyarakat Aceh, satu atau dua hari menjelang Ramadhan adalah meugang, di mana pada saat-saat itulah semua anggota keluarga sedapat mungkin bisa berkumpul.

Waktu itu, Gurita menjadi satu-satunya sarana transportasi yang menghubungkan pelabuhan Malahayati-Sabang. Meskipun kapasitas angkutnya hanya untuk sekitar 210 orang, ternyata ada 378 orang yang masuk ke ‘perut’nya pada sore itu. Barangnya juga melebihi kapasitas. Diperkirakan mencapai 50 ton, di antaranya 10 ton semen, 8 ton bahan bakar, 15 ton tiang beton listrik, bahan sandang-pangan kebutuhan masyarakat Sabang serta 12 kendaraan roda empat dan 16 roda dua. Sudah bukan rahasia kondisi feri tersebut selama ini sering ‘batuk-batuk’ dan tak layak jalan.

Namun, karena terbatasnya sarana angkutan, kapal yang dibuat tahun 1970 di galangan kapal Bina Simpaku, Tokyo, Jepang tersebut, terus dioperasikan. Gurita memang termasuk KMP yang tergolong uzur. Feri tipe Ro-Ro berukuran 32,45 meter, lebar 7,82 meter, dalam 2,30 meter dengan berat 196,08 ton itu, selama melayari jalur Malahayati-Sabang kerap mengalami kerusakan. Pada Rabu 17 Januari 1996, atau dua hari sebelum musibah, Gurita juga mengalami kerusakan. Penumpang dari Sabang ke Malahayati pun tidak dapat diangkut.

Hasil final Tim pencari Fakta yang bekerja selama sebulan menyimpulkan, jumlah penumpang yang ada di KMP Gurita ternyata 378 orang. Jumlah orang itu diperoleh setelah seluruh data masuk dari masing-masing daerah. Dari jumlah itu, terbanyak berasal dari Sabang, mencapai 282 orang dan 16 warga negara asing (WNA).

Sebenarnya, sejak beberapa tahun lalu masyarakat di Aceh, khususnya di pulau Sabang, sudah memperkirakan bakal terjadi musibah atas KMP Gurita. Perkiraan itu setelah melihat kondisi feri penyeberangan tersebut yang sering batuk-batuk dan tak laik laut lagi. Namun, karena terbatasnya armada angkutan, Ditjen Perhubungan Darat dalam hal ini PT ASDP (Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan) terus mengoperasikan secara reguler kapal tua yang dibuat tahun 1970 di galangan kapal Bina Simpaku, Tokyo, Jepang tersebut.

Gurita memang termasuk KMP yang tergolong uzur. Feri tipe Ro-Ro berukuran 32,45 meter, lebar 7,82 meter, dalam 2,30 meter dengan berat 196,08 ton itu, selama mengisi jalur pelayaran Malahayati-Sabang dikabarkan sering mengalami kerusakan. Kisahnya, dua hari sebelum terjadi musibah, yakni pada hari rabu (17/1/96) pukul 14:00 WIB, Gurita mengalami kerusakan, sehingga tak dapat mengangkut penumpang dari Sabang ke Pelabuhan Malahayati. Kapal kemudian diperbaiki di pelabuhan Basis Lanal TNI-Al Sabang. Perbaikan di bagian rampdoor itu memakan waktu tiga hari.

Sampai hari kamis (18/1/96), kerusakan pada kapal tersebut belum juga rampung diperbaiki. Karena banyak penumpang yang akan bepergian ke Banda Aceh, maka keesokan harinya (jumat,19/1/96) KMP Gurita dioperasikan. Pengoperasian KMP Gurita memang sangat mendesak karena masyarakat di Aceh yang mayoritas umat Islam akan memasuki bulan puasa Ramadhan.

Saat dimana bagi masyarakat di Aceh untuk berkumpul dengan sanak keluarga, karena akan meugang menjelang bulan Ramadhan. Meugang dilakukan Sabtu dan Minggu, karena pemerintah telah menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada hari Senin (22/1/96). Sudah barang tentu, KMP Gurita hari itu penuh dengan penumpang.

Kronologi Musibah

Musibah yang cukup mengejutkan itu terjadi sekitar 5 – 6 mil mendekati pelabuhan, yakni ketika hendak memasuki teluk Balohan. Di kegelapan malam yang mencekam itu, KMP Gurita mengalami gangguan cuaca dan angin kencang dari arah timur. Terjadinya gangguan, ditambah muatan yang melebihi kapasitas, mengakibatkan kapal tersebut menjadi oleng. Nahkoda tak dapat menguasai kapal yang oleng ke kiri dan ke kanan.

Saksi mata mengatakan pada pukul 20:15 WIB, kapal penyeberangan itu masih terlihat dari pelabuhan Balohan. Sanak keluarga yang datang menjemput tak memperkirakan kapal tersebut sedang mengalami gangguan dan tengah berjuang melawan badai. Lampu masih terlihat jelas dari KMP Gurita. Namun sekitar pukul 20:30 WIB, kapal penyeberangan itu sudah tidak terlihat lagi. Sampai saat itu, belum ada satu pun pejabat di pelabuhan Sabang yang menyatakan kapal mengalami musibah.

Pencarian terus dilakukan. hubungan dengan kapal terputus. Tak ada tanda-tanda apa pun yang bisa diterima dari kapal feri itu. Kepastian musibah baru diketahui empat jam setelah kejadian, yakni pada saat salah seorang penduduk Balohan, Syahril (22) penumpang KMP Gurita mampu berenang mengarungi lautan dengan ombak yang ganas dan terdampar di Teluk Keunake.

Kabar yang di bawa syahril itulah yang memastikan bahwa KMP Gurita tenggelam di dekat teluk Balohan. sejak saat itu, masyarakat di Pelabuhan Sabang, menjadi gelisah. Sebagian masih tetap tabah menanti kedatangan keluarganya, tetapi sebagian lagi mulai mencari daftar penumpang. Saksi mata yang tak jadi berangkat dengan KMP Gurita karena melihat kondisi kapal yang sarat penumpang mengakui, pada saat meninggalkan Pelabuhan Malahayati, kapal yang naas tersebut sarat penumpang dan barang.

Saya takut melihat kapal tersebut, jadi saya turun dan membatalkan untuk berangkat,” ujar Daud, penduduk Sabang yang membatalkan niatnya menumpang KMP Gurita pada malam itu. sebagai seorang pedagang yang terbiasa menumpang KMP Gurita, Daud mengkakui, pada malam keberangkatan dari pelabuhan Malahayati, rasa takutnya tak ketolongan. Ia gelisah. Ada bisikan hati yang melarang Daud berangkat malam itu. “Bisikan itu yang membuat saya selamat,” katanya.

Kisah lainya juga bernada sama, di ungkapkan oleh Buchari (27), pemuda yang dikenal sebagai guru komputer di Sabang. Dia menceritakan, pada malam itu ia tak jadi pulang ke Sabang, karena ada “sesuatu” yang melarang. Padahal, nama Buchari sudah tercantum sebagai penumpang nomor satu pada manifest. “Saya selamat, karena mengurungkan niat pulang malam itu,” ujar Buchari.

Namun saat itu berhembus kabar bahwa, Kapal KMP. Gurita tersebut tenggelam akibat di sabotase, dikarenakan perebutan kekuasaan antara sipil dan militer, Saat pemilihan Walikota Sabang Oktober 1995. Kabar di sabotasenya KMP Gurita selanjutnya dapat di baca di Kapal KM "Gurita Tenggelam Akibat di Sabotase" .

Musibah yang menimpa KMP Gurita tak terlepas dari kealpaan sejumlah pejabat perhubungan di Aceh. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Polda Aceh, ada enam pejabat di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Perhubunggan Aceh yang dinyatakan resmi sebagai tersangka kasus tenggelamnya KMP Gurita. Dalam penyelidikan kasus yang menarik perhatian masyarakat di tanah air itu, Polda Aceh telah meminta sedikitnya keterangan 60 orang saksi, baik yang ada di Sabang maupun di Banda Aceh dan kabupaten Aceh Besar.

"...Semoga pengalaman buruk yang menorehkan duka mendalam bagi masyarakat Aceh itu tak pernah terulang kembali..."

***

Sumber Referensi :
b

Posted by Ikhwanesia.com on 02.01. Filed under , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Blog Archive

Labels