|

[kisah nyata] Pemuda Sekampung Menangisi Kematiannya



Pertama aku ingin mengajak kawan2 semua untuk mengucapkan Innalillahi wa inna ilaihi Rajiu'un. Telah berpulang ke Rahmatullah seorang pemuda. Namanya rizal. Jal, demikian orang memanggilnya. Anaknya biasa2 saja. Dalam pandangan banyak orang dia sering di kategorikan anak yang kurang cerdas. Namun kematiannya membuat para pemuda satu kampung menangis. Kepergiannya dikenang. Bukanlah karena ia pahlawan. Ada hal lain yang ingin kuceritakan dibali kematiannya. Ada sebuah kisah yang mengharukan.

Tahukah kalian bagaimana tertawa yang di anjurkan Rasulullah. Ya, senyum dengan menyinggingkan seulas bibir manis dan sedikit menampakkan gigi. Senyum seperti itu siapa saja yang melihat akan senang. Senyum yang terindah, penyejuk hati yang memandang. Silahkan membayangkan wajah seorang pemuda yang terbujur kaku, namun bibirnya menyungging seulas senyum yang indah. Siapa saja yang meilhat wajah tersebut akan menyangka itu bukanlah sesosok mayat. Karena senyumnya cukup indah. Dan dengan wajah indah itulah sang pemuda menjumpai ajalnya. Kembali kepada Zat yang menciptakannya. Kembali kepada Allah.

Si jal. Demikian orang memanggilnya. Ada juga yang memanggilnya jack. Nama gaul yang dinisbatkan padanya. Mulai dari anak2 hingga orang tua memanggilnya demikian. Dan diaoun tidak pernah marah. Dia tergolong kedalam anak yang terlalu polos hingga sering dikelabui teman sebayanya. Umurnya masih belasan tahun memang. Sehari2 dia bekerja sebagia kuli bongkar muat batu-bata. Karena desa cot iju, kampungku salah satu sentra batu-bata. Semua anak termasuk aku sendiri didesaku mayoritas pasti pernah mengenyam jadi buruh batu-bata. Lumayan meski kerja berat, penghasilannya bisa menutupi biaya sekolah. Minimal untuk jajan. Demikianlah hari2 Rizal, sebagaimana umunya anak2 yang lain. Namun dia sering di kelabui dan ditipu olah kawan2 sebayanya. Dai kadang sadar dia ditipu mencoba memberontak, namun ia kalah secara fisik untuk berkelahi. Hingga sering perlawanannya berakhir ketika kawannya mengancam akan mengetok kepalanya. Dan dia pun berkawa seolah tidak ada masalah dengan para anak manusia lain yang serakah. Bahkan ia sering jadi ledekan.
Apakah ia lemah tidak berani melawan, namun ia seorang kuli. Kerjanya mengolah tanah dan bongkar muat batu-bata. Seorang dengan fisik lemah tidakkan sanggup melakukannya. Apa ia tidak bisa berkelahi, mungkin. Atau dia tidak ingin menyakiti hati kawannya hingga. Setelah mendengar kisah kematiannya aku pun terharu dan aku berkesimpulan dia orang yang sabar.

Ternyata himpitan ekonomi membuat ia harus menahan rasa sakit. Waktu kecil telinganya mengalami peradangan hingga meledak dan bernanah. Gendang telinganya pecah. Saran salah seorang ahli kesehatan yang buka praktik di kampungku dia harus di rawat intensif. Jika tidak otaknya akan ikut meradang. Namun setelah itu rizal kecil seolah sembuh. Hanya saja ia nampak berbeda dari anak lainnya dari segi kecerdasan. Sebenarnya sejak saat itu ia mulai menahan rasa sakit di telinga dan kepalanya. Hingga ia dewasa, menjadi seorang pemuda, berkerja sebagai kuli bongkar batu untuk membantu perekonomian keluarga. Semua itu dia lakukan sambil menahan rasa sakit dikepalanya. Dia menahan semua ejekan, rela kepala sakitnya di ketok orang, tidak marah meski ditipu. Seolah dia tidak ingin memikirkan semua itu. Karena hanya akan menambah rasa sakit di kepala dan telinganya.

Saking kuatnya dia ketika menjelang ajalnya orang masih mengira dia berpura-pura sakit. Karena belum pernah sebelumnya dia menjadi malas dan mengeluhkan sakit. Dia meniggal sebelum sampai dirumah sakit. Denga wajah yang menyungging seulas senyum indah. Dokterpun sempat marah kepada sang orang tua pemuda tersebut. Dia menyalahkan anaknya baru dibawa kerumah sakit setelah ia tiada. Kesabarannya atas semua derita dan keikhlasannya sebagai anak telah membawa dia ke haribaan tuhannya. Dia kembali kepada tuhannya dalam keadaan bahagia. Dia pulang dengan senyum. Setiap yang menantap mayat pemuda itu hatinya tak menentu dan menitikkan air mata. Dia yang selama hiudpnya membanting tulang, dia yang selama hidupnya menahan sakit tak terperi, dia yang divonis meninggal karena pembusukan di bagian otak. Telinga dan otaknya telah menjadi nanah, dia yang begitu tegar dalam menjalani hidupnya yang berat dan menyakitkan. Dan dia meninggalkan semua beban dunia nya dengan tersenyum. Hinnga tiap pemuda desa menangis terharu mendengar kabar kematiannya. Kesabarannya berbuah manis. Mudah2han dia ditempatkan di surganya karena kesabarannya, keikhlasan dan keteguhan hatinya. Dia seorang yang kuat. Dan senyumnya ketika ia mati, indah.
Sungguh Allah tidak akan memberi cobaan yang tidak akan sanggup di atasi oleh hambanya. Hanya seberapa sabar dan kuatkah kita. Dan beruntunglah orang2 yang sabar. Surga-Nya akan menjadi milik orang yang sabar.

Posted by Ikhwanesia.com on 20.11. Filed under , , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Blog Archive

Labels